Mempelajari dan Mengamalkan Al Qur’an dan Hadits
Agama Islam merupakan agama yang mengajarkan ummatnya agar hidup bahagia di dunia dan akhirat.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (keni`matan) duniawi …” [Al Qashash:77]
Sayangnya, banyak ummat Islam yang tidak mempelajari sumber ajaran Islam
dan mengamalkannya, sehingga timbul berbagai macam bid’ah, aliran
sesat, kerusakan akhlak dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, kita sering melihat orang yang beragama Islam, tapi dia
tidak sholat, berjudi, berzinah, korupsi, dan sebagainya. Ada juga ummat
Islam yang terjerumus ke dalam kelompok sesat seperti Inkar Sunnah yang
tidak mengakui dan tidak mau mengikuti sunnah Nabi, atau kelompok
Ahmadiyyah yang tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir dan
lain sebagainya. Hal ini jelas selain sesat juga menimbulkan kemunduran
di kalangan ummat Islam.
Oleh karena itu, ummat Islam perlu mempelajari ajaran Islam berdasarkan
sumber yang sahih, bukan dari sumber yang tak jelas agar tidak tersesat.
Sumber ajaran agama Islam ada 2, yaitu Al Qur’an dan Hadits/Sunnah.
Sabda Rasulullah Saw: “Aku tinggalkan padamu dua hal, yang tidak akan
sesat kamu selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan
sunnah Nabi-Nya.”(HR Ibnu ‘Abdilbarri)
Al-Qur’an adalah kumpulan firman-firman Allah swt yang disampaikan
kepada Nabi, yang isinya dan redaksinya berasal dari Allah SWT, dan
diperintahkan oleh Nabi untuk ditulis oleh para penulis wahyu. Sedang
Hadits atau Sunnah adalah segala perkataan Nabi (juga perbuatan dan
izinnya) dalam mendidik ummatnya sesuai dengan bimbingan wahyu dari
Allah SWT.
AL QUR’AN
Al Qur’an sebagai petunjuk sudah tidak diragukan lagi:
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” [Al Baqoroh:2]
Sebagai seorang Muslim, kita diperintahkan Allah untuk membaca Al
Qur’an, agar bisa mendapatkan petunjuk yang terkandung di dalamnya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an)…” [Al Ankabuut:45]
Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena itu untuk mengetahui
artinya, hendaknya kita mengartikannya sesuai dengan aturan bahasa Arab
yang baku, bukan dengan tafsiran kita pribadi:
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).” [Az Zukhruf:3]
Jika kita tak paham bahasa Arab, hendaknya kita baca terjemahannya juga
(misalnya dari Depag/Kerajaan Arab Saudi). Kita harus hati-hati membeli
kitab Terjemah Al Qur’an agar jangan sampai yang kita beli adalah
terjemahan dari kaum yang sesat/Yahudi yang justru memelintir maknanya.
Jangan sampai kita khatam Al Qur’an berkali-kali tapi tidak mengerti
artinya sama sekali. Sehingga tidak bisa mengamalkan/mempraktekkan
petunjuk Allah yang ada di dalam Al Qur’an. Orang seperti itu disebut
Allah seperti keledai:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian
mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab
yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat
Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. ”
[Al Jumu'ah 5]
Terkadang banyak terjadi perbedaan penafsiran, dari yang kecil, hingga yang tidak bisa ditolerir lagi.
Misalnya, ada sebagian orang yang meski ayatnya sudah demikian jelas,
namun mentafsirkannya sedemikian rupa, sehingga bertentangan dengan
makna aslinya. Contohnya ada orang yang dengan alasan kesetaraan gender,
berusaha merubah hukum waris yang ada dalam Al Qur’an serta menolak
ayat An Nisaa:34 yang menyatakan bahwa pria adalah pemimpin bagi kaum
wanita. Hal ini jelas bertentangan dengan Al Qur’an:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian
ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk
mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.” [Ali Imron:7]
Jika setiap ayat Al Qur’an ditafsirkan secara berbeda-beda, bahkan
berlawanan dengan makna aslinya, bagaimana kita bisa mengamalkan Al
Qur’an secara benar? Ayat Al Qur’an yang Muhkamaat (jelas) tidak perlu
ditafsirkan lagi, tapi hendaknya diamalkan, sedang ayat yang
mutasyabihat hendaknya kita imani, bukan diperdebatkan sehingga
menimbulkan fitnah.
Jika kita telah membaca dan memahami Al Qur’an, hendaklah kita mengikuti
perintah-perintah Allah SWT yang ada di dalam Al Qur’an dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari:
“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka
ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,” [Al An’aam:155]
Dengan membaca Al Qur’an, kita tahu bahwa kita diperintahkan untuk
beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan Al Qur’an. Selain itu kita juga
diberitahu tentang masalah Malaikat dan juga hari Kiamat:
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al
Qur’an) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” [At Taghaabun:8]
“Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat),
dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): “Inilah
harimu yang telah dijanjikan kepadamu”.” [Al Anbiyaa:103]
Jika kita mempelajari Al Qur’an, maka kita akan tahu siapakah Pencipta
segala sesuatu, dan sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah:
“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala
sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.”
[Al An’aam:102]
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera
Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan.” [At Taubah:31]
Jika ummat Islam mempelajari ayat Al Qur’an di atas, niscaya mereka
tidak akan murtad menyembah Tuhan yang lain. Bahkan mereka akan yakin
bahwa ideologi sekuler buatan ilmuwan yang ada tidaklah pantas untuk
menggantikan ajaran Islam yang telah diturunkan oleh Allah SWT.
Dengan membaca Al Qur’an, niscaya kita akan tahu bahwa perintah sholat,
zakat, puasa, haji yang ada dalam rukun Islam itu merupakan kewajiban
dari Allah SWT:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku” [Al Baqoroh:43]
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” [Al
Baqoroh:183]
Al Qur’an bukan cuma mengajarkan masalah iman dan ibadah kepada Allah
saja, tapi juga mengajarkan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri,” [An Nisaa:36]
Di Al Qur’an kita diperintahkan untuk tidak memakan harta orang lain, jujur dalam berniaga, serta bersikap adil.
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat,” [Al An’aam:152]
Jika ajaran itu diterapkan, niscaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme akan sirna..
HADITS
Ada kelompok yang dengan alasan hanya ingin berpedoman pada Al Qur’an
saja, akhirnya mengingkari Sunnah/Hadits Nabi. Hal ini jelas tidak
benar, karena mengikuti Nabi justru merupakan perintah Allah yang
tercantum dalam Al Qur’an.
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang
ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” [Al
A’raf:158]
Al Qur’an hanya memuat garis besar dari perintah dan larangan Allah. Adapun rinicannya, maka Nabilah yang menjelaskannya.
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan
banyak (pula yang)
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.” [Al Maa-idah:15]
“Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan”.” [Asy Syu’araa:115]
Sebagai contoh, di dalam Al Qur’an kita diperintahkan untuk sholat, tapi
bagaimana cara melakukan sholat, misalnya harus diawali dengan niat,
kemudian takbir, dan diakhiri dengan salam itu dijelaskan di hadits
Nabi. Begitu pula perintah lainnya seperti puasa, zakat, haji, dan
lain-lain. Sebagai contoh:
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a katanya: Aku lihat Rasulullah
s.a.w apabila memulai sembahyang, beliau mengangkat kedua tangan hingga
ke bahu. Begitu juga sebelum rukuk dan bangkit dari rukuk. Beliau tidak
mengangkatnya di antara dua sujud” [HR Bukhori, Muslim, Tirmizi, Nasa’I,
Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik, Ad Darimi)
Pada zaman Nabi dan Sahabat, Hadits belum dibukukan. Seiring dengan
perjalanan waktu, di mana akhirnya muncul hadits-hadits palsu, para
ulama Salafi mulai memikirkan untuk membukukan hadits, agar bisa
dibedakan mana hadits yang shahih dengan yang dloif (lemah) serta maudlu
(palsu), dan mudah mencari referensi hadits.
Di antara kitab-kitab Hadits, yang terkenal adalah Kutubus Sittah.
Kutubus Sittah berarti “Kitab yang Enam, yaitu kitab-kitab hadits yang
menjadi standar rujukan para ulama dan kaum muslimin untuk menjadi
hujjah bagi persoalan-persoalan agama. Di antaranya adalah Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i,
dan Sunan Ibnu Majjah. Lebih dari 90% hadits mengenai masalah hukum,
tercantum dalam Kutubus Sittah.
Kita tidak bisa taqlid atau mengikuti begitu saja tanpa tahu dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya.” [Al Israa:36]
Insya Allah, jika ummat Islam kembali berpegang kepada Al Qur’an dan
Hadits, dengan membaca, mempelajari, dan mengamalkannya dengan
sungguh-sungguh, maka ummat Islam akan kuat aqidahnya, benar amal
ibadahnya (terlepas dari bid’ah), bagus akhlaknya, sehingga segala KKN,
kriminalitas, ketimpangan sosial yang ada akan sirna.
0 comments:
Post a Comment
Saudaraku......silahkan berikan komentar antum,,,,, untuk menjadi pelajaran bagiku.... jazakumullah....