Thursday, November 15, 2012

Ganjaran Mendidik Anak Perempuan

Kehadiran anak dalam rumah tangga muslim merupakan nikmat yang besar dari Allah Ta’ala. Namun, sebagian orang ada yang lebih mendambakan kehadiran anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap lebih mulia daripada anak perempuan. Mereka bangga dan bergembira tatakala dikaruniai anak laki-laki. Sebaliknya, bagi sebagian orang kehadiran anak perempuan merupakan aib dan dianggap bencana. Mereka sedih dan kecewa jika dikaruniai anak perempuan. Padahal kehadiran anak perempuan juga termasuk nikmat dari Allah. Bahkan Islam secara khusus menjelaskan tentang keutamaan anak perempuan dan ganjaran bagi orangtua yang memelihara dan mendidik anak-anak perempuan mereka.
Al Imam Muslim rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab shahihnya dengan judul (باب فَضْلِ الإِحْسَانِ إِلَى الْبَنَاتِ) “Keutamaan Berbuat Baik kepada Anak-Anak Perempuan”. Beliau membawakan tiga hadits sebagai berikut :
Pertama. Hadits dari  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, 
جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ »
“Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu akau berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Kemudian wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shallallhu ‘alaii wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudia dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka” (H.R Muslim 2629)
Kedua. Diriwayatkan juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ »
“Seorang wanita miskin datang kepadaku dengan membawa dua anak perempuannya, lalu  aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi untuk anaknya masing-masing satu buah kurma, dan satu kurma hendak dia masukkan ke mulutnya untuk dimakan sendiri. Namun kedua anaknya meminta kurma tersebut. Maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dia makan untuk diberikan kepada kedua anaknya. Peristiwa itu membuatku takjub sehingga aku ceritakan perbuatan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, : Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka” (H.R Muslim 2630)
Ketiga. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku” (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau). (HR Muslim 2631)
Faedah Hadits
Hadits-hadits di atas mengandung beberapa faedah :
1. Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan anak-anak perempuan dalam agama Islam. Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, memberi nafkah kepada mereka, serta bersabar dalam mengurus seluruh urusan mereka“
2. Anak perempuan merupakan ujian bagi orangtua. Sebagian orang tidak suka dengan kehadiran anak perempuan dan sangat bergembira ketika memiliki anak laki-laki. Oleh karena itu kehadiran anak-anak perempuan dianggap sebagai ujian. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Anak perempuan disebut sebgai ibtilaa’ (ujian) karena umumnya manusia tidak menyukai mereka”. Hal ini juga sebagaimana Allah Ta’ala firmankan :
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدّاً وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah , Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu “ (An Nahl:58)
3. Yang dimaksud mengayomi anak perempuan adalah menunaikan hak-hak mereka seperti makan, pakaian, pendidikan, dan lain-lain. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud (عَالَ) adalah menunaikan hak-hak dengan menafkahi dan mendidik mereka serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lainnya”.
4. Terdapat ganjaran yang besar bagi orangtua yang mengayomi anak perempuan mereka, berupa nikmat surga, terhalangi dari siksa api neraka, dan kedekatan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat.
Saudaraku, lihatlah bagaimana Islam memuliakan anak perempuan dan memberi ganjaran khusus bagi orang tua yang mau mengayomi anak-anak perempuan mereka. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita keturunan yang shalih dan shalihah. Wallahul musta’an. 

Referensi : Syarh Shahih Muslim, Imam An An Nawawi rahimahullah.

Penulis : dr. Adika M.
Artikel Muslim.Or.Id
Posted: 12 Nov 2012 09:00 PM PST
Berdakwah kepada masyarakat bukanlah perkara yang mudah, tak selalu diterima dan tak jarang mendapat penolakan keras. Sebagian menerima, sebagian malah lari dari dakwah kita. Hidayah memang milik Allah, namun Dia membuat hidayah itu teranugerahi kepada seseorang melalui usaha. Dan tentunya, usaha kita mengajak manusia kepada hidayah mesti merujuk pada sebaik-baik teladan, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari -radhiyallahu ‘anhumaa- untuk berdakwah ke Yaman, beliau menyampaikan pesan emas kepada kedua sahabat tersebut: 
“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, Berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari..” [HR Bukhari dan Muslim].
Meskipun pesan tersebut singkat, namun maknanya sangat luas dan mendalam. Disebutkannya “jangan mempersulit” sebagai antonim setelah “berilah kemudahan”, memberikan faidah penegasan, bahwa perintah tersebut tidak hanya sekali saja, namun dalam segala kondisi. Karena bisa jadi seseorang memberi kemudahan pada orang lain di satu waktu namun di waktu yang lain dia mempersulit. Begitu pula perintah memberi kabar gembira dan larangan membuat lari. Demikian yang dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.
Dalam sebuah riwayat dalam Shahihain, diceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah lalu pulang ke masjid kampungnya di Bani Salimah (sekarang dikenal dengan Masjid Qiblatain) dan mengimami shalat orang-orang di sana dengan membaca surat Al Baqarah. Ada seorang laki-laki yang keluar dari barisan dan shalat sendiri. Maka setelah itu Mu’adz menegurnya. Laki-laki ini tidak terima lalu mengadu kepada Rasulullah bahwa Mu’adz shalatnya panjang, sedangkan dia telah lelah bekerja seharian. Rasulullah pun menegur Mu’adz, lalu bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat lari orang lain.”
Barangkali ada di antara kita yang masuk ke dalam sabda beliau tersebut? Karena kita sering tidak sadar telah membuat orang lain lari dengan mendakwahkan hal-hal yang memberatkan mereka,yaitu dengan menekankan hal-hal yang sunnah menjadi seolah wajib, dan menekankan hal mubah seolah-oleh makruh bahkan haram.
Misalnya, mendakwahi orang yang shalat fardhunya masih sering bolong. Tentunya kita dakwahkan ke mereka bahwa shalat itu yang wajib hanya 5 kali, sekali shalat juga paling sekitar10 menit. Mudah. Jangan dulu didakwahi suruh shalat rawatib, dhuha, dan shalat sunnah lainnya. Inilah wujud dari kabar gembira bahwa Islam itu mudah dan tidak sulit.
Tentang bersuci, amat banyak kemudahan dari Islam mengenainya. Jika sedang di daerah yang susah air, Anda boleh bertayamum, dan dijadikan oleh Allah seluruh tempat di bumi ini suci untuk bersuci dan tempat sujud. Bisa shalat dimana saja. Anda pegawai di bengkel, tubuh dan baju belepotan oli? Jangan khawatir, oli tidak najis, dan anda bisa gunakan sabun untuk mencuci anggota tubuh yang kena wudhu. Tidak perlu menunda apalagi sampai tidak shalat hanya karena masalah-masalah semacam itu. Dan jika Anda musafir, terdapat kemudahan untuk jama’ shalat.. Shalat bisa kapan saja, dimana saja.
Tentang pakaian, apakah sehari-hari harus pakai gamis, berpeci, dan celana setengah betis? Jawabannya, tentu tidak. Sebagian dari itu sunnah saja dan sebagian yang lain mubah. Kondangan pake batik instead of baju koko? Tidak masalah, malah bagus. Pakaian boleh apa saja asal menutup aurat dengan sempurna, celana boleh sampai tepat di mata kaki. Jilbab tidak harus hitam, boleh warna lain asal tidak mengundang perhatian. Percuma warna hitam kalau bordirnya banyak dan di tempat yang menggoda pula.
Tentang menuntut ilmu, apakah harus selalu hadir di majelis ilmu terus padahal kondisi tidak memungkinkan, harus bekerja menghidupi keluarga? Mari kita simak penuturan sahabat ‘Umar bin Khaththab: Sesungguhnya aku dan seorang tetanggaku dari kaum Anshar dari kabilah Bani Umayyah bin Zaid, yang bertempat tinggal di daerah atas kota Madinah, saling bergiliran dalam hal menghadiri majelis Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam-, sehingga ia hadir satu hari, dan aku pun hadir hari selanjutnya. Bila aku yang mendapat giliran untuk hadir, maka aku pun menyampaikan kepadanya kabar yang terjadi pada hari itu, berupa perintah atau lainnya. Dan bila ia yang hadir, ia pun melakukan hal yang sama. [HR Bukhari]
Itu cerita zaman dulu di mana fasilitas tidak selengkap sekarang. Di masa sekarang, kalau memang tidak sempat hadir, masih ada mp3 rekaman kajian, masih ada buku yang bisa dibaca, masih ada radio dakwah yang tersebar di banyak kota, masih bisa tanya teman. Banyak sekali sarana menuju ilmu, sehingga tidak ada alasan ketinggalan ilmu.
Tulisan ini bukan untuk melemahkan semangat kita untuk menjalankan yang sunnah dan menjauhi yang mubah, namun untuk memberi pengertian bahwa seringkali kita mendakwahkan sesuatu yang tanpa kita sadari ternyata memberatkan objek dakwah kita, yaitu dengan mengesankan bahwa yang sunnah itu wajib, dan yang mubah itu makruh atau haram. Dakwahkanlah bagi mereka yang awam, yang mudah dan tidak menyulitkan, supaya tidak lari duluan. Yang wajib dulu dan yang paling mudah mereka terima, sebelum yang sunnah. Ketika mendakwahkan hal-hal yang diharamkan Allah, juga perlu pelan-pelan. Jangan sampai, belum apa-apa sudah bid’ah, sudah haram ini itu. Mungkin tidak ada yang salah dari yang anda dakwahkan itu, bahwa ini bid’ah, ini haram, dan lain-lain, namun semua itu ada urutannya, ada tahapnya.

Semoga tulisan ini bisa sebagai pengingat bagi kita semua yang berjuang di medan dakwah. Wallahu a’lam.

Mengapa Allah Memakai Emas dan Perak Sebagai Nishab Zakat?

100 Trilyun Dolar Zimbabwe = US$ 5 (Rp 45.000)!
Inilah mengapa Allah memakai Emas dan Perak sebagai patokan Nishab Zakat. Bukan uang kertas.

Uang Kertas 100 trilyun dolar Zimbabwe nilainya cuma US$ 5 (Rp 45.000)! Orang harus bawa setumpuk uang untuk belanja sehari2.  Ini pemiskinan massal. Kezaliman thd rakyat! Foto2 bisa dilihat di:
http://media-islam.or.id/2011/12/16/mengapa-allah-memakai-emas-dan-perak-sebagai-nishab-zakat

“…Allah Tahu, sedang kamu tidak tahu!” [Al Baqarah 216]

Tahun 90-an ongkos naik bis cuma Rp 100. Tahun 2000-an jadi Rp 2000. 10 tahun saja naik 20x lipat. Padahal gaji pada kurun itu belum tentu naiknya segitu. Jadi uang kertas itu pemiskinan massal. Padahal kalau digaji misalnya dgn 10 gram emas, niscaya dari 1400 tahun lalu hingga sekarang, meski jumlahnya tak berubah, nilainya juga tidak turun.

Allah dan RasulNya sudah memberi contoh pemakaian emas dan perak sebagai uang. Bukan uang kertas yang tiap tahun nilainya selalu turun dan sering terkena Krisis Keuangan.

Emas dan Perak karena punya nilai riel dibanding kertas, lebih stabil dan lebih tahan terhadap inflasi. Contohnya, 1 dinar (4,25 gram emas 22 karat) pada zaman Nabi bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. Ada satu hadits yang merupakan bukti sejarah stabilitas uang dinar di Hadits Riwayat Bukhari sebagai berikut:

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi saw. memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung.” (H.R.Bukhari)

Saat ini pun dengan kurs 1 dinar=Rp 2,2 juta, kita bisa mendapat 1 kambing besar atau 2 ekor kambing kecil. Stabil bukan?

Hiperinflasi adalah penyakit umum dari Uang Kertas Fiat (uang yang tidak dijamin emas, perak, dan barang2 berharga lainnya). Banyak krisis keuangan terjadi di dunia termasuk di AS, Yunani, Turki, Indonesia, Zimbabwe, dsb karena uang kertas yang mereka pakai sebetulnya tidak berharga.

Foto di atas orang Jerman memakai uang sebagai wallpaper di tahun 1923. Ini karena nilainya sudah hampir tidak ada harganya karena hiperinflasi.

Gambar di atas menunjukkan turunnya nilai uang kertas Jerman Reich Mark. 1 Januari 2018 1 gram emas bisa dibeli dengan 3 Reich Mark. Pada 30 November 1923 (kurang dari 6 tahun) 1 gram emas nilainya sudah 3.000.000.000.000 Reich Mark. Uang Jerman turun hingga 1/1 trilyun hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun! Sementara nilai emas stabil.

Gambar di atas menunjukkan bagaimana uang kertas Hongaria akhirnya jadi sampah tak berharga yang harus dibuang di jalan pada tahun 1946. Nilai terbesar pada uang kertas adalah 100 quintillion pengo pada tahun 1946 oleh Bank Nasional Hongaria. Nilainya 100.000.000.000.000.000.000). Tapi disingkat jadi 1.000.000.000 b-pengo.

Pasca Perang Dunia II, Hongaria mencatat inflasi bulanan tertinggi: 41.900.000.000.000.000% (4.19 × 1016% or 41.9 quadrillion percent) pada bulan Juli 1946. Harga naik 2 x lipat setiap 15,3 jam.

Foto di atas menunjukkan karena inflasi, akhirnya orang memakai gerobak untuk membawa uang kertasnya.

Sementara Zimbabwe per 14 November 2008 inflasi tahunannya mencapai 89,7 sextillion (1021) percent. Inflasinya per bulan 5473%. Harga naik 2x lipat setiap 5 hari.

Bayangkan. Harga barang bisa naik 2 x lipat setiap 15,3 jam. Padahal gaji kita belum tentu naik sebesar itu. Jadi uang kertas sesungguhnya memiskinkan rakyat.

Hanya segelintir orang yang punya akses untuk mencetak uang atau membungakan uang saja yang bisa menikmati keuntungan.

Cara pemerintah menutupi inflasi adalah dengan melakukan redenominasi/revaluasi. Misalnya Turki merevaluasi Lira pada 1 Januari 2005 sehingga 1.000.000 Lira Lama (Turkish Lira-TRL) diganti dengan 1 Lira Turki Baru (TRY).

Di Indonesia tahun 1959 pada Zaman Soekarno pernah terjadi Sanering yang bukan hanya memangkas bilangan angka pada uang, tapi juga nilainya sehingga daya beli rakyat hancur. Yang jelas uang kertas yang tidak ada harganya tersebut banyak menimbulkan penderitaan pada rakyat.

Itulah sebabnya mengapa Allah memakai emas dan perak sebagai Nishab Zakat.

“…Allah Tahu, sedang kamu tidak tahu!” [Al Baqarah 216]

Sebab Utama Kebahagiaan Dunia Akhirat

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah *Subhanahu wa Ta'ala*. Shalawat dan
salam teruntuk hamba dna utusan-Nya, Muhammad *Shallallahu 'Alaihi Wasallam*,
keluarga dan para sahabatnya.

Sebab paling pokok dan paling utama kebahagiaan hidup dunia dan akhirat
adalah iman dan amal Shalih. Hal ini berdasarkan firman Allah *Subhanahu wa
Ta'ala*,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"*Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.*" (QS.
Al-Nahl: 97)

Allah mengabarkan dan menjanjikan kepada orang yang menggabungkan antara
iman dan amal shalih dengan *hayah thayyibah (*kehidupan yang baik) di
dunia dan balasan yang lebih baik di *Daar Qarar* (negeri dunia dan degeri
keabadian/akhirat)

Hayah Thayyibah diperoleh dalam bentuk tenangnya hati dan tentramnya jiwa
serta tidak disibukkan dengan godaan-godaan yang memalingkan hatinya.
Bentuk lainnya, Allah memberikan rizki yang halal lagi baik kepadanya dari
jalan yang tak disangka-sangka.

Ali bin Abi Thalib menafsirkannya dengan qana'ah (merasa cukup dan ridha
dengan pemberian Allah).

Al-Dhahak berkata, "Ia (hayah thayyibah) adalah rizki halal dan ibadah di
dunia." Dalam perkataan beliau yang lain, "Ia adalah amal ketaatan dan
senang dengannya."

Yang benar menurut Ibnu Katsir, *Hayah Thayyibah* mencakup semua ini secara
keseluruhan. hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih, "*Sungguh
beruntung orang yang telah masuk islam, diberi rizki yang cukup, dan
diberikan rasa cukup (qana'ah) oleh Allah atas apa yang telah diberikan
kepadanya.*" (HR. Muslim, al-Tirmidzi dan Ahmad)

Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik *Radhiyallahu 'Anhu*,
Rasulullah *Shallallahu 'Alaihi Wasallam* bersabda:

إن الله لا يظلم المؤمن حسنة يعطى بها في الدنيا ويثاب عليها في الآخرة وأما
الكافر فيعطيه حسناته في الدنياحتى إذا أفضى إلى الآخرة، لم تكن له حسنة يعطى
بها خيرًا

"*Sesungguhnya Allah tidak menzalimi kebaikan seorang mukmin, ganjarannya
diberikan di dunia dan dibalas di akhirat. Adapun orang kafir, semua
kebaikan-kebaikannya diberikan balasannya di dunia sehingga apabila di
kahirat tidak ada lagi balasan kebaikan yang akan diberikan kepadanya.*"

. . . Sesungguhnya iman adalah syarat sah dan diterimanya amal shalih.
Bahkan, tidaklah disebut amal shalih kecuali dengan iman. . .

*Perpaduan Iman dan Amal Shalih*

Sesungguhnya iman adalah syarat sah dan diterimanya amal shalih. Bahkan,
tidaklah disebut amal shalih kecuali dengan iman. Sementara iman menuntut
amal shalih. Yakni keyakinan yang mantap yang membuahkan amal shalih oleh
anggota tubuhnya berupa mengerjakan amal-amal wajib dan sunnah. Maka siapa
yang menggabungkan antara iman dan amal shalih, "*maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.*" (QS. Al-Nahl: 97)

Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Husain al-Ajuri al-Syafi'I berkata:
"Ketahuilah oleh kalian –semoga Allah merahmati kami dan kalian- wahai
Ahlul Qur'an, wahai Ahlul Ilmi, wahai Ahlus Sunan wal Atsar, dan wahai
orang-orang yang telah Allah *'Azza wa Jalla * beri taufiq dalam dien ini
berupa pengetahuan halal dan haram, Jika kalian mentadaburi Al-Qur'an
sebagaimana Allah *'Azza wa Jalla * telah perintahkan kepada kalian
pastilah kalian tahu bahwa Alah *'Azza wa Jalla * telah mewajibkan kepada
kaum mukminin beramal (shalih) sesudah mereka beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.

Dan sesungguhnya Allah *'Azza wa Jalla * tidaklah Allah memuji dan
memberikan keridhaan kepada orang-orang beriman serta memasukkan mereka ke
dalam surga dan menjauhkan mereka dari neraka kecuali dengan iman dan amal
shalih. Allah telah menggandengkan amal shalih bersama iman. Allah tidak
memasukkan mereka ke surga hanya dengan klaim iman semata sehingga mereka
menggabungkan amal shalih yang telah Allah beri beri taufiq kepadanya ke
dalam imannya. Sehingga jadilah iman seseorang itu tidak sempurna kecuali
ia membenarkan dengan hatinya, mengucapkan dengan lisannya, dan mengamalkan
iman dengan anggota badannya. Tidak diragukan lagi, siapa yang meneliti
Al-Qur'an ia akan mendapatkan sebagaimana yang telah aku sebutkan.

Ketahuilah –semoga Allah merahmati kami dan kalian- sungguh aku telah
meneliti isi Al-Qur'an, aku dapatkan di 59 tempat  dari Kitabullan *'Azza
wa Jalla  *apa yang telah aku sebutkan. Bahwa Allah *Tabaraka Wa Ta'ala *tidak
memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman semata. tetapi
Allah masukkan mereka ke dalam surga dengan rahmat-Nya kepada mereka dan
dengan taufiq-Nya kepada mereka berupa iman dan amal shalih."

. . . Allah tidak memasukkan mereka ke surga hanya dengan klaim iman semata
sehingga mereka menggabungkan amal shalih yang telah Allah beri beri taufiq
kepadanya ke dalam imannya. . .

Kemudian beliau menyebutkan beberapa ayat Al-Qur'an, di antaranya:

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

"*Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal
shalih, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya.*" (QS. Al-Baqarah: 25)

وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ
الدَّرَجَاتُ الْعُلَى

"*Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi
sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang
memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)*." (QS. Thaahaa: 25)

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

"*Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun
wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga
dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.*" (QS. Al-Nisa': 124)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"*Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.*" (QS.
Al-Nahl: 97)

*'Iman' Semata Belum Cukup *

Allah *Subhanahu wa Ta'ala* telah mewanti-wanti hambanya agar tidak
beragama seperti orang Ahli kitab terdahulu. Beragama mereka berhenti pada
klaim dan kebanggaan semata. Mereka tidak ikuti pengakuan *iman* dengan
ketundukan diri untuk taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.

وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ
قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ

"*Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan:"Kami ini adalah anak-anak
Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa
kamu karena dosa-dosamu?"."* (QS. Al-Maidah: 18)

Imam Qatadah, al-Dhahak, dan selainnya berkata: Kaum muslimin (para sahabat
Nabi) dan ahli kita saling berbangga. Ahlu Kitab berkata, "Nabi kami
sebelum nabi kalian dan kitab kami sebelum kitab kalian, karenanya kami
lebih mulia di sisi Allah dari kalian." Kaum muslimin menjawab, "Kami lebih
mulia di sisi Allah daripada kalian karena nabi kami adalah penutup para
nabi dan kita kami menjadi pemutus atas kitab-kita sebelumnya." Kemudian
Allah turunkan,

لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ
سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا
نَصِيرًا

"*(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan
tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan
kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak
mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.*"
(QS. Al-Nisa': 123)

Kemudian Allah sebutkan siapa yang akan mulia disi Allah dan berhak
memasuki surga-Nya,

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

"*Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun
wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga
dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.*" (QS. Al-Nisa': 124)

. . . berislam itu tidak cukup dengan berhayal dan berangan-angan semata.
Tapi harus ada aksi nyata dari keislamannya, berupa ketundukan diri dan
keiskhlasan untuk mengerjakan ketaatan dan amal shalih. . .

*Kesimpulannya*

Kebahagiaan di dunia dan akhirat didapatkan dengan iman dan amal shalih.
Klaim iman yang kuat namun kosong dari amal shalih tidaklah mendatangkan
manfaat bagi pelakunya. Sehingga ia menggabungkan amal shalih dalam imannya.

Dari sini kita tahu, berislam itu tidak cukup dengan berhayal dan
berangan-angan semata. Tapi harus ada aksi nyata dari keislamannya, berupa
ketundukan diri dan keiskhlasan untuk mengerjakan ketaatan dan amal shalih.
Siapa yang sedikit amalnya tidak akan menjadi mulia hanya karena
keturunannya, jabatannya, atau kekayaannya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/
voa-islam.com]