Al Awwal, Al Akhir, Azh Zhahir Dan Al Bathin
Oleh
Ustadz Ahmas Fais Asifuddin
Mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan salah satu rukun
penting dalam beriman kepada Allah yang memiliki empat rukun, yaitu:
Beriman kepada ekstensi Allah, beriman kepada Rububiyah Allah, beriman
kepada Uluhiyah Allah dan beriman kepada Asma' wa Sifat (nama-nama serta
sifat-sifat) Allah.[1]
Tidak bisa dibayangkan seseorang yang ingin menyembah Allah tetapi tidak
mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Ia bisa terjebak dalam
kesalahan fatal yang bisa mengakibatkan kecelakaan di dunia dan di
akhirat. Minimal, tidak bisa sempurna dalam beribadah.
Sebagai contoh, seseorang menyangka bahwa Allah adalah bapak. Maka
ketika ia memanggilNya dengan nama bapak, Allah tidak akan memenuhi
panggilannya, karena bapak bukan panggilan untukNya. Dan itu merupakan
kekufuran. Contoh lain, seseorang menyangka bila Allah menyenangi suatu
perbuatan tertentu. Misalnya, perbuatan yang dianggap Islami, padahal
tidak ada contoh dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau para
sahabatnya. Jelas merupakan perbuatan yang dibenci dan buruk. Sebab
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا...الحديث
(رواه مسلم فى كتاب الجمعة – باب رفع الصوت في الخطبة ومايقال فيها)
Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan secara
baru dalam agama..dst.[2]
Oleh karena itu, amat penting artinya memahami persoalan Asma' wa Sifat
secara benar dan ikhlas untuk tujuan meningkatkan kebenaran serta bobot
keimanannya kepada Allah hingga memperkecil kemungkinan terjerumus dalam
penyimpangan-penyimpangan.
Di antara nama Allah yang perlu di fahami ialah nama al-Awwal, al-Akhir,
azh-Zhahir dan al-Bathin. Empat nama di antara nama-nama Allah yang
sangat indah. Empat nama ini ditambah nama al-'Alim terkumpul pada
Al-Qur'an, surah al-Hadid ayat 3, yaitu firman-Nya:
هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلأَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Allah, Al-Awwal (Yang Pertama) dan Al-Akhir (Yang Akhir),
Azh-Zhahir (Yang paling atas/zhahir) dan Al-Bathin (Yang paling bathin).
Dan Dia 'Aliim (Maha mengetahui) terhadap segala sesuatu. [Al-Hadid :
3]
Imam Ibnu Katsir menegaskan dalam Kitab Tafsirnya: "Ayat ini adalah ayat
yang diisyaratkan dalam hadits 'Irbadh bin Sariyah bahwasanya merupakan
ayat yang lebih utama dari seribu ayat".[3]
Hadits yang semakna diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya.
عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ
الْمُسَبِّحَاتِ وَيَقُولُ فِيهَا آيَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ آيَةٍ
Dari Al Irbadh bin Sariah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak tidur sampai beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam membaca al musabbihat (surat-surat yang diawali dengan sabbaha)
dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Didalamnya terdapat
satu ayat yang lebih baik dari seribu ayat. [4]
Sementara, tentang makna empat nama dalam ayat tersebut, tidak ada
tafsirnya yang lebih baik daripada tafsir yang dikemukakan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda ketika
mengajarkan sebuah doa tidur, yang penggalannya sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الآخِرُ
فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ،
وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ
Ya Allah, Engkau adalah Al-Awwal (Yang pertama), maka tidak ada
sesuatupun sebelum-Mu. Engkau adalah Al-Akhir (Yang akhir), maka tidak
ada sesuatupun yang sesudah-Mu. Engkau adalah Azh-Zhahir (Yang paling
atas), maka tidak ada sesuatupun yang ada di atas-Mu. Dan Engkau adalah
Al-Bathin (Yang paling Bathin), maka tidak ada sesuatupun yang lebih
lembut/lebih bathin daripada-Mu [5]
Suatu tafsir yang ringkas, padat dan jelas. Nama-nama yang menunjukan
bahwa Allah Maha meliputi segala sesuatu, baik ruang maupun waktu.
Pada nama Allah : Al-Awwal dan al-Akhir, menunjukkan betapa Dia Maha
meliputi seluruh waktu dengan segala bagian-bagiannya, semenjak waktu
pertama hingga waktu kapanpun. Sedangkan nama; Azh-Zhahir dan al-Bathin
menunjukkan betapa Dia Maha meliputi seluruh ruang dan tempat dengan
segala bagian-bagiannya. [6]
Tidak ada satu bagian waktu sesedikit apapun kecuali berada dalam
pengetahuan, penglihatan, kekuasaan dan kewenangan Allah. Begitu pula
tidak ada satu tempat sekecil apapun kecuali berada dalam pengetahuan,
penglihatan, kekuasaan dan kewenangan-Nya.
Tidak ada satupun pelaku yang melakukan kemaksiatan di satu kurun waktu
tertentu, kapanpun dan di tempat manapun, baik yang tersembunyi ataupun
terbuka, di dasar laut atau di permukaannya, di langit, di bumi atau di
manapun, kecuali pasti di lihat, di awasi dan berada dalam kekuasaan
serta ancaman hukum Allah Azza wa Jalla.
Demikian juga, tidak ada satupun pelaku yang menegakkan kebenaran serta
ketaatan kepada Allah, di satu kurun waktu tertentu, kapanpun serta di
tempat manapun; di darat, laut, langit, bumi atau di manapun, kecuali
pasti di lihat, di sertai, di bela dan dijanjikan balasan yang baik oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Syaikh Shalih al-Fauzan menukil perkataan Imam Ibnu al-Qoyyim tentang
nama-nama Allah tersebut sebagai berikut: "Empat nama ini saling
berhadap-hadapan. Dua nama saling berhadapan antara azaliyahNya (ada
semenjak dahulu tanpa ada sesuatupun yang mendahului) dan abadiyahNya
(kekal seterusnya /tanpa akhir). Sedangkan dua nama yang lain saling
berhadap-hadapan antara Maha TinggiNya dengan Maha dekat-Nya. Awaliyah
Allah Subhanahu wa Ta'ala mendahului segala awaliyah (permulaan) segenap
yang selainNya. Sedangkan akhiriyah (keMaha akhiran) Allah Subhanahu wa
Ta'ala akan tetap terus kekal sesudah segala sesuatu yang selainNya
(berakhir). Jadi awaliyah Allah adalah lebih dahulunya Allah bagi adanya
segala sesuatu. Sedangkan akhiriyahNya adalah tetap kekalnya Allah,
tidak ada sesuatupun yang menyudahiNya.
Adapun zhahiriyah (Maha Zhahirnya) Allah, maksudnya: Maha Atas dan Maha
Tingginya Allah mengatasi segala sesuatu. Pengertian azh-zhuhur
menunjukkan makna tinggi. Zhahir dari sesuatu maksudnya adalah bagian
atas (permukaan) dari sesuatu itu.
Sedangkan Maha Bathin Allah maksudnya adalah, Allah Maha meliputi segala
sesuatu, sehingga Allah lebih dekat kepada sesuatu dibandingkan sesuatu
itu kepada dirinya. Tetapi maksud kedekatan ini adalah kedekatan dalam
arti; ilmu Allah meliputi segala sesuatu". [7]
Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi rahimahullah juga mengemukakan hal senada
ketika menerangkan perkataan Imam Thahawi dalam al-Aqidah
ath-Thahawiyah….. [8]
Pada sisi lain, Imam Ibnu al-Qoyyim rahimahullah dalam Zaad al-Ma'ad
mengatakan : "Dengan ayat ini Allah menunjukkan kepada para hambaNya
-berdasarkan aksioma logika- tentang batilnya jaringan mata rantai tak
berpenghabisan (tasalsul) mengenai kejadian makhluk. Sesungguhnya mata
rantai kejadian segenap makhluk pada permulaannya berawal dari Dzat Maha
Pertama yang tidak didahului oleh sesuatupun sebelumnya. Begitu pula
segenap makhluk itu akan berakhir diujungnya pada Dzat Maha Akhir yang
tidak disudahi oleh sesuatupun sesudahnya.
Demikian juga, Maha Zhahirnya Allah ialah Maha Tingginya Allah yang
tidak ada lagi sesuatupun di atasNya. Dan Maha BathinNya adalah Maha
Meliputi hingga tidak ada sesuatupun yang berada di luar kekuasaanNya.
[9]
Empat nama Allah pada surah al-Hadid tersebut ditutup dengan firmanNya :
وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Sedangkan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.
Ayat ini merupakan penutup yang mempertegas secara jelas bahwa tidak ada
sesuatupun, yang lepas dari pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
meski sekecil apapun. Nama al-'Aliim dalam penutup ayat ini merupakan
penegasan dari makna yang terkandung dalam empat nama sebelumnya.
Syaikh Shalih al-Fauzan menerangkan makna bagian akhir ayat ini sebagai
berikut: "Artinya, Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik
perkara-perkara yang sudah lewat, perkara-perkara yang kini sedang
berlangsung, maupun perkara-perkara yang akan berlangsung. Baik yang
terjadi di alam atas, maupun di alam bawah. Baik yang lahir maupun yang
bathin. Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari ilmu Allah meskipun
hanya seberat biji atom, di darat maupun di langit." [10]
Dengan demikian, akankah seseorang merasa dapat bersembunyi dari pengawasan Allah?
Dari surah al-hadid ayat 3 tersebut dapat diambil beberapa faidah,di antaranya:
a. Adanya penetapan 5 nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yaitu : al-Awwal, al-Akhir, azh-Zhahir, al-Bathin dan al-'Aliim.
b. Lima nama Allah itu, memberi arti penetapan bagi sifat-sifat Allah.
Yaitu sifat awwaliyah yang tidak didahului oleh sesuatupun sebelumnya.
Sifat akhiriyah yang tidak diakhiri dengan sesuatupun sesudahnya. Sifat
zhahiriyah yang tidak ada sesuatupun ada di atasNya. Sifat bathiniyah
yang tidak ada sesuatupun lebih dekat dariNya. Dan sifat Maha mengetahui
yang tidak ada sesutupun dapat tersembunyi dariNya. Maka segala sesuatu
berada dalam pengawasan, pengetahuan dan kewenangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala, baik waktu, tempat, ketetapan takdir maupun pengaturannya. Maha
Tinggi Allah dan Maha Perkasa.
c. Disimpulkan juga, sesungguhnya sifat-sifat Allah tidak dapat dibatasi
hanya dalam jumlah tertentu. Para Ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah
menyatakan, jumlah sifat Allah lebih banyak dari jumlah namaNya. Sebab
setiap nama Allah pasti mengandung sifat. Padahal masih banyak
sifat-sifat lain yang tidak berasal dari namaNya. Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin menegaskan: Bab Sifat lebih luas daripada bab Asma'.
[11]
Lebih lanjut beliau memberikan contoh-contoh sifat yang darinya tidak
dapat disebutkan sebagai nama Allah. Misalnya, sifat majii' dan sifat
ityaan : berarti Allah mempunyai sifat datang. Dari sifat ini Allah
tidak bisa disebut al-Jaa'iy atau al-Aatiy (yang datang). Padahal Allah
telah berfirman, menerangkan sifatNya:
وَجَآءَ رَبُّكَ
Dan Rabb-mu datang. [Al-Fajr : 22]
هَلْ يَنظُرُونَ إِلآَّ أَن يَأْتِيَهُمُ اللهُ فِي ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ
Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu selain kedatangan Allah (untuk
mengadili mereka di hari kiamat) di iringi bayang-bayang awan.
[Al-Baqarah : 210]
Dan contoh-contoh lain yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. [12] .
Di samping beberapa faidah di atas, penghayatan terhadap nama-nama Allah
dalam surah al-Hadid ayat 3 di atas juga dapat memberikan motivasi
(dampak) berikut:
a. Dapat mencegah orang yang hendak berbuat maksiat, kejahatan atau
tindakan apa saja yang akan mendatangkan murka Allah, sebab ia memahami
dengan baik bahwa kemaksiatan, kejahatan serta segala tindakannya tidak
dapat ia sembunyikan dari penglihatan Allah dan tidak dapat ia hindarkan
dari ancaman kerasNya, kapanpun dan di manapun.
b. Dapat meningkatkan ketakwaan dan kehati-hatian dalam berbuat sesuatu
sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjerumus dalam bid'ah. Allah
melalui RasulNya telah menegaskan bahwa perbuatan bid'ah adalah sesat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ
الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه مسلم فى كتاب الجمعة – باب رفع الصوت في الخطبة
ومايقال فيها)
Amma Ba’du: Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang
diada-adakan secara baru dalam agama, dan setiap bid’ah adalah sesat.
[13]
c. Akan menghibur seseorang untuk tidak bersedih dan khawatir menghadapi
tantangan ketika ia melakukan ketaatan, sebab ia yakin bahwa Allah
senantiasa melihat sepak terjangnya yang di ridhai Allah, dan Allah
senantiasa akan menyertainya dengan pertolongan serta perlindunganNya.
Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah kepada Musa dan Harun
ketika menghadapi Fir'aun. FirmanNya:
قَالَ لاَتَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua takut. Sebab sesungguhnya Aku
menyertai kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat. [Thaha : 46]
Yang dimaksud dengan kesertaan Allah kepada Musa dan Harun pada ayat
diatas adalah kesertaan dalam arti penjagaan, perlindungan dan
pertolonganNya [14]
Demikianlah, tulisan singkat yang diambil dari keterangan Ulama ini
diharapkan dapat membantu meningkatkan keimanan secara benar kepada
Allah k . Wallahu Waliyyu at-Taufiq.
Friday, November 1, 2013
Saturday, August 24, 2013
Al-Ghaniyyu, Allah Maha Kaya
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha terpuji. [Fâthir/35:15]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَىٰ وَأَقْنَىٰ
Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan [an-Najm/53:48]
Allah Azza wa Jalla Maha kaya dengan dzat-Nya, yang memiliki kekayaan yang mutlak dan sempurna dari seluruh sisi dan pandangan lantaran kesempurnaan dzat-Nya dan sifat-Nya yang tidak tersentuh oleh kekurangan dari arah manapun. Ini tidak mungkin terjadi kecuali karena Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha kaya dan lantaran sifat kaya (berkecukupan) sudah lazim pada dzat-Nya. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla Maha pencipta,Pemberi rezeki, dan Maha pengasih serta yang melimpahkan kebaikan, maka Allah Azza wa Jalla juga Maha kaya, tidak membutuhkan seluruh makhluk dari sisi manapun. Para makhluk-Nya itu pasti membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun. Mereka tidak bisa mengesampingkan curahan kebaikan, kemurahan, pengaturan dan pemeliharaan-Nya, baik yang bersifat umum maupun khusus dalam sekejap mata sekalipun.
Di antara wujud kesempurnaan kekayaan-Nya;
1. Sesungguhnya perbendaharaan langit dan bumi seluruhnya ada di tangan-Nya, dan kedermawanan-Nya kepada para makhluk datang secara kontinyu sepanjang malam dan siang, dan kedua tangan-Nya selalu memberi di setiap waktu.
2. Allah Azza wa Jalla menyeru para hamba-Nya agar hanya meminta kepada-Nya di setiap waktu dan keadaan; dan berjanji untuk mengabulkan permintaan-permintaan mereka, serta memerintahkan mereka beribadah kepada-Nya dan berjanji menerima amalan dan memberi pahala mereka. Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memberi seluruh yang mereka minta dan semua yang mereka inginkan serta apa yang mereka angan-angankan.
3. Kalau seandainya seluruh penduduk langit dan bumi, dari makhluk yang paling awal sampai makhluk yang paling akhir berkumpul di satu tanah lapang, kemudian masing-masing mengajukan permintaannya sendiri-sendiri, selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabulkan seluruh permintaan mereka, maka semua itu tidak mengurangi apa yang Dia Azza wa Jalla miliki kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.
4. Wujud kekayaan-Nya yang sangat agung yang tidak bisa diukur dan tidak mungkin bisa dideskripsikan, apa yang telah Dia Azza wa Jalla bentangkan bagi penghuni Jannah yang berupa kelezatan-kelezatan yang tidak terputus dan pemberian-pemberian-Nya yang beraneka-ragam, serta kenikmatan-kenikmatan yang bervariasi yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbesit di hati manusia.
Allah Maha kaya dengan dzat-Nya, yang mencukupi (kebutuhan) seluruh makhluk. Allah Azza wa Jalla memenuhi keperluan para hamba-Nya dengan rezeki-rezeki yang telah Allah Azza wa Jalla hamparkan dan menambah berbagai kenikmatan bagi mereka yang tidak terhitung dan tidak terbilang, serta dengan memudahkan sarana-sarana yang mengantarkan kepada perolehan kekayaan.
5. Dan lebih khusus dari semua itu, Allah Azza wa Jalla memperkaya hamba-hamba pilihan-Nya dengan limpahan ma’rifah (pengetahuan), ilmu-ilmu rabbâni dan hakekat-hakekat keimanan ke dalam hati sanubari mereka, sehingga kalbu-kalbu mereka hanya bergantung kepada-Nya dan tidak bergantung kepada selain-Nya. Inilah kekayaan tertinggi dan kekayaan yang sebenarnya, sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm :
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَشْرَةِ الْعَرْضِ إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan yang sejati ialah kekayaan hati [HR. al-Bukhâri, no. 6446, Muslim no. 1051]
Pada saat hati itu kaya (merasa berkecukupan) dengan Allah Azza wa Jalla, pengetahuan tentang-Nya dan hakekat-hakekat keimanan, maka akan merasa cukup dengan rezeki dari-Nya dan menerimanya dengan tulus (bersifat qanâ’ah) dan berbahagia dengan apa yang telah Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya, maka seorang hamba yang telah sampai ke derajat ini, tidak akan merasa iri terhadap (kekayaan) raja-raja dan pemegang kekuasaan. Hal ini disebabkan dia telah memperoleh kekayaan yang tidak ia harapkan digantikan dengan yang lainya; kekayaan yang membuat hatinya tentram, menjadikan ruhaninya merasa damai dan menyebabkan jiwanya merasa senang dengannya.
Kita memohon semoga Allah Azza wa Jalla memperkaya hati kita dengan hidayah, cahaya dan ma’rifah dan sifat qanâ’ah, dan juga membentangkan keluasan karunia-Nya dan rezeki halal kepada kita sekalian. Wallâhu a’lam.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha terpuji. [Fâthir/35:15]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَىٰ وَأَقْنَىٰ
Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan [an-Najm/53:48]
Allah Azza wa Jalla Maha kaya dengan dzat-Nya, yang memiliki kekayaan yang mutlak dan sempurna dari seluruh sisi dan pandangan lantaran kesempurnaan dzat-Nya dan sifat-Nya yang tidak tersentuh oleh kekurangan dari arah manapun. Ini tidak mungkin terjadi kecuali karena Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha kaya dan lantaran sifat kaya (berkecukupan) sudah lazim pada dzat-Nya. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla Maha pencipta,Pemberi rezeki, dan Maha pengasih serta yang melimpahkan kebaikan, maka Allah Azza wa Jalla juga Maha kaya, tidak membutuhkan seluruh makhluk dari sisi manapun. Para makhluk-Nya itu pasti membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun. Mereka tidak bisa mengesampingkan curahan kebaikan, kemurahan, pengaturan dan pemeliharaan-Nya, baik yang bersifat umum maupun khusus dalam sekejap mata sekalipun.
Di antara wujud kesempurnaan kekayaan-Nya;
1. Sesungguhnya perbendaharaan langit dan bumi seluruhnya ada di tangan-Nya, dan kedermawanan-Nya kepada para makhluk datang secara kontinyu sepanjang malam dan siang, dan kedua tangan-Nya selalu memberi di setiap waktu.
2. Allah Azza wa Jalla menyeru para hamba-Nya agar hanya meminta kepada-Nya di setiap waktu dan keadaan; dan berjanji untuk mengabulkan permintaan-permintaan mereka, serta memerintahkan mereka beribadah kepada-Nya dan berjanji menerima amalan dan memberi pahala mereka. Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memberi seluruh yang mereka minta dan semua yang mereka inginkan serta apa yang mereka angan-angankan.
3. Kalau seandainya seluruh penduduk langit dan bumi, dari makhluk yang paling awal sampai makhluk yang paling akhir berkumpul di satu tanah lapang, kemudian masing-masing mengajukan permintaannya sendiri-sendiri, selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabulkan seluruh permintaan mereka, maka semua itu tidak mengurangi apa yang Dia Azza wa Jalla miliki kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.
4. Wujud kekayaan-Nya yang sangat agung yang tidak bisa diukur dan tidak mungkin bisa dideskripsikan, apa yang telah Dia Azza wa Jalla bentangkan bagi penghuni Jannah yang berupa kelezatan-kelezatan yang tidak terputus dan pemberian-pemberian-Nya yang beraneka-ragam, serta kenikmatan-kenikmatan yang bervariasi yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbesit di hati manusia.
Allah Maha kaya dengan dzat-Nya, yang mencukupi (kebutuhan) seluruh makhluk. Allah Azza wa Jalla memenuhi keperluan para hamba-Nya dengan rezeki-rezeki yang telah Allah Azza wa Jalla hamparkan dan menambah berbagai kenikmatan bagi mereka yang tidak terhitung dan tidak terbilang, serta dengan memudahkan sarana-sarana yang mengantarkan kepada perolehan kekayaan.
5. Dan lebih khusus dari semua itu, Allah Azza wa Jalla memperkaya hamba-hamba pilihan-Nya dengan limpahan ma’rifah (pengetahuan), ilmu-ilmu rabbâni dan hakekat-hakekat keimanan ke dalam hati sanubari mereka, sehingga kalbu-kalbu mereka hanya bergantung kepada-Nya dan tidak bergantung kepada selain-Nya. Inilah kekayaan tertinggi dan kekayaan yang sebenarnya, sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm :
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَشْرَةِ الْعَرْضِ إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan yang sejati ialah kekayaan hati [HR. al-Bukhâri, no. 6446, Muslim no. 1051]
Pada saat hati itu kaya (merasa berkecukupan) dengan Allah Azza wa Jalla, pengetahuan tentang-Nya dan hakekat-hakekat keimanan, maka akan merasa cukup dengan rezeki dari-Nya dan menerimanya dengan tulus (bersifat qanâ’ah) dan berbahagia dengan apa yang telah Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya, maka seorang hamba yang telah sampai ke derajat ini, tidak akan merasa iri terhadap (kekayaan) raja-raja dan pemegang kekuasaan. Hal ini disebabkan dia telah memperoleh kekayaan yang tidak ia harapkan digantikan dengan yang lainya; kekayaan yang membuat hatinya tentram, menjadikan ruhaninya merasa damai dan menyebabkan jiwanya merasa senang dengannya.
Kita memohon semoga Allah Azza wa Jalla memperkaya hati kita dengan hidayah, cahaya dan ma’rifah dan sifat qanâ’ah, dan juga membentangkan keluasan karunia-Nya dan rezeki halal kepada kita sekalian. Wallâhu a’lam.
Thursday, August 1, 2013
Seri Kultum
Seri
Kultum Ramadhan
ISLAM ITU AGAMA KELUARGA
Sungguh menarik paparan tafsir Fii Zhilalil Quran saat menafsirkan surah
Ath Thalaaq :
Sesungguhnya
ia menunjukkan pentingnya urusan keluarga dalam sistem
kehidupan yang Islami.
kehidupan yang Islami.
Sesungguhnya Islam mengatur sistem keluarga. Dalam pandangan Islam,
rumah merupakan tempat tinggal dan istirahat. Di dalamnya setiap jiwa
harus mendapatkan kasih sayang, rahmat, cinta, tirai penutup,
perhiasan, penjagaan dan kesucian.
Dalam naungan rumah itu, anak-anak tumbuh dan generasi baru
berangsur-angsur mencapai kesempurnaan.
Dan, dari rumah itu pula ikatan-ikatan kasih dan hubungan-hubungan
ketergantungan dan pengasuhan berkembang.
Oleh
karena itu, Islam menggambarkan hubungan rumah tangga dengan
gambaran yang halus dan lembut, yang darinya tersebar sifat kasih
sayang, di dalamnya terbentang naungan, dan menyebarkan semangat dan
wangi keharuman yang semerbak di dalamnya.
gambaran yang halus dan lembut, yang darinya tersebar sifat kasih
sayang, di dalamnya terbentang naungan, dan menyebarkan semangat dan
wangi keharuman yang semerbak di dalamnya.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir. (Al Quran Al Kariim Surah Ar Ruum ayat 21)
… mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka … (Al Quran Al Kariim Surah Al Baqarah ayat 187)
Jadi hubungan rumah tangga merupakan hubungan
dan ikatan antara jiwa
dengan jiwa. Ia merupakan hubungan dan ikatan antara tempat tinggal
dengan kestabilan. Ia merupakan hubungan dan ikatan antara cinta dengan
kasih sayang. Dan ia merupakan hubungan dan ikatan antara tirai penutup
dan perhiasan. Sesungguhnya manusia pasti merasakan cinta dan
kelembutan ungkapan-ungkapan, dan dari sela-selanya dia mendapatkan
semangat dan naungan.
dengan jiwa. Ia merupakan hubungan dan ikatan antara tempat tinggal
dengan kestabilan. Ia merupakan hubungan dan ikatan antara cinta dengan
kasih sayang. Dan ia merupakan hubungan dan ikatan antara tirai penutup
dan perhiasan. Sesungguhnya manusia pasti merasakan cinta dan
kelembutan ungkapan-ungkapan, dan dari sela-selanya dia mendapatkan
semangat dan naungan.
Sesungguhnya ia merupakan ungkapan sempurna tentang hakikat hubungan
yang diwajibkan oleh Islam dalam membina ikatan manusia yang melekat
dan kuat.
Pada saat yang sama, segala maksud dan tujuan puncak dari ikatan
perkawinan sangat diperhatikan dan diprioritaskan. Diantaranya,
perkembangan dan penerusan keturunan. Islam memberikan porsi yang cukup
terhadap segala tujuan dan maksud dengan karakter kebersihan dan
kesuciannya. Juga pengakuan terhadap kesungguhan dan keseriusannya
serta mengatur antara arahan dan problematikanya. Hal itu ditunjukkan
ketika Allah menyatakan :
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Al
Quran Al Kariim Surah Al Baqarah ayat 223)
Dalam hal ini, Allah memperhatikan makna kesuburan dan perkembangbiakan.
Islam meliputi sarang ini, atau buaian ini, atau tempat tinggal ini
(maksudnya rumah tangga) dengan segala perhatian dan jaminan sebagaimana
tabiat Islam demikian adanya, yakni memandang sesuatu secara totalitas.
Karena sesungguhnya Islam itu tidak cukup hanya semangat-semangat
ruhiyah, namun ia harus diikuti dengan sistematika hukum dan jaminan
syariat.
Orang yang memahami sistem keluarga dalam Al Quran dan hadits pada
setiap persepsinya dan bagi setiap keadaannya, kemudian menyaksikan
pengarahan-pengarahan yang menyertai persyariatan itu dan penghimpunan
yang jelas di sekitarnya dengan segala pengaruh dan komentar, serta
dalam mengaitkan urausan rumah tangga ini dengan Allah secara langsung
pada setiap temanya, sebagaimana yang tampak dalam surah ini (Ath
Thalaaq) dan surah lainnya, pastilah dia mengetahui secara sempurna
tentang agungnya urusan keluarga dalam sistem ajaran Islam. Juga betapa
tingginya nilai keluarga ini di sisi Allah. Dalam hal ini dia telah
menghimpun antara takwa kepada Allah dan takwa silaturahmi yang
difirmankan oleh Allah di awal surah An Nisa :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu. (Al Quran Al Kariim Surah An Nisa ayat 1)
Sebagaimana Islam juga menghimpun antara persembahan ibadah kepada
Allah dengan berbakti kepada kedua orang tua dalam surah Al Isra dan
surah lainnya :
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Surah Al
Israa ayat 23)
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Surah Al
Israa ayat 23)
Islam pun menjelaskan tentang kesyukuran kepada Allah dan kesyukuran
kepada kedua orang tua pada surah Luqman :
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. (Al Quran Al Kariim Surah Luqman ayat 14)
Sesungguhnya perhatian yang sangat jauh dan mendalam tentang perkara
keluarga ini seiring dengan ketentuan qadar Ilahi dalam membangun
kehidupan manusia atas asas keluarga. Yaitu, ketika ketentuan qadar
Allah berlaku bahwa sarang pertama yang berwujud dalam kehidupan
manusia adalah keluarga Adam dan istrinya. Kemudian manusia berkembang
menjadi banyak sekali. Padahal Allah Maha Berkuasa untuk menciptakan
berjuta-juta manusia sekaligus.
Namua ketentuan qadar Allah menentukan hal ini untuk sebuah hikmah yang
tersimpan dalam kewajiban dan tugas keluarga yang agung dalam kehidupan
manusia. Dan, manusia dengan bekal fitrah dan potensinya mampu memenuhi
segala kebutuhan kehidupan keluarga. Dalam institusi keluargalah
kepribadian seorang manusia dan keistimewaan-keistimewaannya tumbuh. Dan
disanalah dia menemukan pengaruh-pengaruh yang paling mendalam pada
kehidupannya.
Kemudian perhatian yang besar itu berlaku pada sistem Islam yang
merupakan manhaj Allah yang terakhir di muka bumi.
Demikian paparan Tafsir Fii Zhilalil Quran tentang Keluarga dalam Islam.
Allahu `Alam
Masih diperlukan Ratusan Mushaf Quran. Bantu lewat donasi Mushaf Quran :
Seri Kultum
Seri
Kultum Ramadhan
APAKAH MOTIVASI AKHIRAT TIDAK CUKUP
Allah Ta'ala berfirman :
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al Quran Al Kariim Surah Al
Hadiid ayat 20)
Kita sering sekali mendengar beragam motivasi kesuksesan. Sayangnya
kebanyakan motivasi-motivasi itu ujungnya hanyalah terkait dengan
kesenangan dunia belaka. Maka jadilah kehidupan kita seperti yang
digambarkan oleh ayat Quran tersebut diatas : lalai, sibuk mengumpulkan
beragam perhiasan dunia, bermegah-megah lalu berbangga-bangga dengan
banyaknya harta dan anak. Naudzubillahi min dzalik.
Kesenangan ini tidaklah memiliki substansi karena topangannya berupa
tipuan dan kemayaan. Di samping itu, dunia pun melenakan dan melupakan, sehingga membawa pemiliknya kepada bayang-bayang yang menipu.
Karena itu Allah menyeru manusia supaya berkompetisi di arena
pertandingan yang hakiki untuk meraih tujuan yang berhak dimiliki oleh
pemenang. Tujuan yang menjadi akhir tempat kembali mereka, yang
memastikan mereka tinggal di alam keabadian :
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dansurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar. (Al Quran Al Kariim Surah Al Hadiid ayat 21)
Perlombaan
itu bukanlah tentang senda gurau, permainan, untuk saling membanggakan diri, dan untuk saling mengungguli
jumlah. Tetapi itu perlombaan
menuju cakrawala, mengacu sasaran, dan mengarah ke kerajaan yang luas yaitu : "Surga yang seluas langit dan
bumi"
Begitulah koridor motivasi seorang muslim sesungguhnya. Dorongannya
adalah dorongan ukhrowi, sehingga kesuksesan bukanlah diukur dari
tingginya posisi, banyaknya harta dan anak yang membawa kepada sifat
kikir, suka memamerkan dan menumpuk-numpuk, tidak bermanfaat bagi
kehidupan.
Apapun yang ia capai, maka dia akan berupaya menjadikannya tangga
menuju ampunan Allah. Hilang karena sifat angkuh dan sombong serta
kebanggaan yang melampaui batas.
Apapun yang tidak dia capai, tidaklah kemudian menjadikannya susah dan
hampa, dan menjadikannya memiliki obsesi di luar batas kewajaran hingga
terkadang menghalalkan segala cara.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (Al Quran Al Kariim Surah Al Hadiid ayat 23)
(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Quran Al Kariim Surah Al Hadiid ayat 24)
Allahu `Alam
Masih dibutuhkan Ratusan Mushaf Quran di
Program Donasi Mushaf Quran :
http://quran.rumahilmu.or.id/
<http://quran.rumahilmu.or.id/
Saturday, July 20, 2013
INTI AJARAN ISLAM
INTI AJARAN ISLAM
Iman, Islam, dan Ihsan
Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam
dan Ihsan.
Dasarnya adalah hadits sebagai berikut:
Pada suatu
hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw.
Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam
sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari
kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua
kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya
diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu
aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat
bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian
dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab,
“Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.”
Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda. Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda. Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
A.
RUKUN IMAN 6 PERKARA.
Iman adalah keyakinan kita pada 6 rukun iman.
Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib kita kerjakan. Ada pun Ihsan adalah
cara mendekatkan diri kita kepada Allah.
Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada pahalanya di akhirat nanti:
Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada pahalanya di akhirat nanti:
”Dan
orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang
datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun…” [An Nuur:39]
”Orang-orang
yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup
angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [Ibrahim:18]
Iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap
sehingga kita bisa menjelaskannya kepada orang lain. Bukan sekedar taqlid atau
ikut-ikutan. Sebagaimana hadits di atas, rukun Iman ada 6 :
Pertama Iman
kepada Allah Artinya kita meyakini adanya
Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab berikutnya akan dijelaskan
secara rinci tentang hal ini.
Kedua adalah
iman kepada malaikat-malaikat Allah artinya Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba
Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.
Ketiga adalah
beriman kepada Kitab-kitab=Nya artinya Kita
yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil
kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga
bahwa semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah
kembali menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga
hari kiamat nanti.
”Maka
kecelakaan yang besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan
mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” [Al
Baqarah:79]
Kita harus
meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya:
”Kitab Al
Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al
Baqarah:2]
Kempat
adalah beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah artinya Rasul/Nabi merupakan manusia yang
terbaik yang pantas dijadikan suri teladan yang diutus Allah untuk menyeru
manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib
kita imani di antaranya Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.
Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya.
Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya.
”Muhammad
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [Al Ahzab:40]
Kelima adalah
beriman kepada Hari Akhir (Kiamat/Akhirat)
Artinya Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari
Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal
saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka. Selain kiamat besar kita
juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap orang pasti mati. Untuk
itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.
Dan Rukun
Iman yang keenam adalah percaya kepada Takdir/qadar yang baik atau pun yang
buruk. Meski manusia wajib berusaha
dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya
sebagai takdir dari Allah.
B. RUKUN ISLAM
5 PERKARA
Ada pun rukun Islam terdiri dari 5 perkara.
Barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena
rukunnya tidak sempurna.
Rukun Islam pertama yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa
asyhaadu anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan
yang wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan
dari selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan
larangan Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah
utusan Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang
benar, kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Konsekwensi
dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan memahami Al Qur’an
dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari, Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.
Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2
rakaat, Dzuhur dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at.
Shalat adalah tiang agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak
agamanya.
Rukun Islam ketiga adalah membayar zakat bagi para muzakki
(orang yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima
zakat seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah,
dan ibnu Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar
harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja.
Rukun Islam keempat adalah puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu
menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala
perbuatan negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.
Rukun Islam yang kelima adalah berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu
di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum
berhaji, hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan
harus diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak
berhaji padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.
C. IHSAN
MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH
Ada pun Ihsan adalah cara agar kita bisa
khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat
Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat
selalu melihat kita. Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk
Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak
mengerjakannya karena Ihsan tadi.
Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat
kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya.
Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat
perbuatannya.
Ihsan tidak hanya membuat hubungan baik
dengan Allah. Tapi juga dengan manusia. Keliru sekali jika ada orang yang
hubungannya dengan Allah “baik”, tapi dengan manusia amat buruk. Misalnya
pemarah, dengki, gemar berburuk sangka, mengadu-domba, dan sebagainya. Oleh
karena itu dalam Islam ada Hablum Minallahu (Hubungan dengan Allah) dan Hablum
Minannas (Hubungan dengan manusia):
“Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.” [Al Baqarah 83]
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” [Al Baqarah 177]
“Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah 195]
Orang yang
belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih
sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di
langit. (HR. Bukhari)
Hadis riwayat Jarir bin Abdullah ra. dia berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Barang siapa tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan
menyayanginya. (Shahih Muslim No.4283)
Demi yang
jiwaku dalam genggamanNya. Kamu tidak dapat masuk surga kecuali harus beriman
dan tidak beriman kecuali harus saling menyayangi. Maukah aku tunjukkan sesuatu
bila kamu lakukan niscaya kamu saling berkasih sayang? Sebarkan salam di antara
kamu. (HR. Muslim)
Reposting oleh Indahnya Islam